Jelajahi Kisah Terbaru Prabowo Subianto yang humanis Setiap Waktu
Berita  

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Dituntut 15 Tahun Penjara atas Kasus Korupsi Proyek BTS 4G

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Dituntut 15 Tahun Penjara atas Kasus Korupsi Proyek BTS 4G

Jakarta, CNBC Indonesia – Johnny Plate, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), dituntut hukuman penjara selama 15 tahun dalam kasus korupsi pengadaan BTS 4G. Jaksa menyatakan bahwa Johnny terbukti bersalah melakukan tindakan korupsi dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Kasus korupsi pengadaan BTS 4G ini dikatakan telah merugikan negara sebesar Rp 8 triliun. Johnny dituduh melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara, memutuskan, menyatakan, terdakwa Johnny G Plate terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, dikutip dari Detik.com, Rabu (25/10/2023).

Jaksa menjelaskan bahwa Johnny menyetujui perubahan jumlah site untuk BTS 4G dari 5.052 site desa menjadi 7.904 site desa tanpa dilakukan studi kelayakan. Persetujuan tersebut juga dilakukan tanpa melalui kajian dokumen Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang merupakan bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) Kemkominfo.

Selain itu, Johnny juga menyetujui kontrak payung pada proyek BTS dan infrastruktur pendukung paket 1 hingga 5. Dia memerintahkan mantan Direktur Utama Bakti, Anang Latief, untuk memberikan proyek power system, termasuk battery dan solar, dalam penyediaan BTS kepada Direktur PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan.

Menurut jaksa, Johnny menerima laporan bahwa proyek tersebut mengalami keterlambatan hingga minus 40% dan disebut sebagai kontrak yang kritis. Namun, proyek tetap dilanjutkan dengan persetujuan pembayaran pekerjaan 100% dengan jaminan bank garansi dan perpanjangan pekerjaan hingga 31 Maret 2022.

Meskipun laporan menyatakan bahwa proyek tersebut belum selesai pada 18 Maret 2022, Johnny tetap meminta agar kontrak tersebut tidak diputus. Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut agar Johnny membayar denda sebesar Rp 1 miliar atau menjalani kurungan selama 12 bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 17,8 miliar.

Johnny dituduh telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Rinciannya sebagai berikut:

1. Terdakwa Johnny G Plate sebesar Rp 17.848.308.000 (Rp 17,8 miliar)
2. Mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif, sebesar Rp 5 miliar
3. Tenaga ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto, sebesar Rp 453.608.400
4. Komisaris PT Solitech Media Energy, Irwan Hermawan, sebesar Rp 119 miliar
5. Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama, sebesar Rp 500 juta
6. Direktur PT Basis Utama Prima, M Yusrizki Muliawan, sebesar Rp 50 miliar dan USD 2.500.000
7. Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp 2.940.870.824.490 (Rp 2,9 triliun)
8. Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955 (Rp 1,5 triliun)
9. Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3.504.518.715.600 (Rp 3,5 triliun)

Pada persidangan yang sama, jaksa menuntut Anang hukuman penjara selama 18 tahun. Dia dituduh terbukti melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama. Selain korupsi, Anang juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsi. Uang sebesar Rp 5 miliar digunakan untuk membeli motor besar, mobil, dan rumah.

Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut Anang untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar atau menjalani kurungan selama 12 bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 5 miliar.

Anang diyakini melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.