Pemerintah dan DPR tinggal beberapa langkah lagi untuk menyetujui perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, termasuk beberapa pasal tentang tindakan kriminal, pengakuan kontrak elektronik, dan perlindungan anak-anak di dunia digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa Rapat Panja serta Rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) telah menyelesaikan pembahasan dan menyepakati perubahan 14 pasal yang sudah ada dan penambahan 5 pasal RUU Perubahan Kedua UU ITE.
Beberapa poin utama hasil pembahasan meliputi perubahan norma terkait alat bukti elektronik, sertifikasi elektronik, dan transaksi elektronik. “Segel elektronik dan autentikasi situs web serta identitas digital. Indonesia membutuhkan landasan hukum yang lebih komprehensif,” katanya.
Perubahan lainnya adalah tentang kewenangan penyidik pegawai negeri sipil dalam hal penyidikan tindak pidana siber untuk memerintahkan platform digital dan apliaksi untuk memutus akses sementara terhadap rekening bank, uang elektronik dan aset digital.
Pemerintah juga berusaha memperbaiki permasalahan yang membuat UU ITE multitafsir. “Banyak pihak yang menganggap norma-norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat,” katanya.
Untuk itu, pemerintah mengusulkan perubahan daftar perbuatan yang dilarang di dalam UU ITE beserta ketentuan pidananya.