Jelajahi Kisah Terbaru Prabowo Subianto yang humanis Setiap Waktu
Berita  

Startup Senilai Rp 78 T di Ambang Kegagalan: Kisah Kehancuran

Startup Senilai Rp 78 T di Ambang Kegagalan: Kisah Kehancuran

Jakarta, CNBC Indonesia – Sepuluh tahun yang lalu, startup pendidikan (ed-tech) ‘2U’ menjadi perusahaan publik di Amerika Serikat. Investor optimis dengan masa depan perusahaan, karena potensi pertumbuhan pendidikan berbasis teknologi saat itu sedang booming.

Saat IPO pada tahun 2014, harga sahamnya dijual seharga US$ 13 per lembar. Empat tahun kemudian, 2U mencatatkan harga saham tertinggi senilai US$98,58.

Pada masa kejayaannya, 2U memiliki nilai kapitalisasi pasar lebih dari US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 78 triliun dan pendapatannya melonjak 44%.

Namun, masa kejayaan itu kini tinggal kenangan. Harga saham 2U kini diperdagangkan di bawah US$ 1, seperti yang dikutip dari CNBC International, Jumat (16/2/2024).

Salah satu alasan penurunan tersebut adalah banyak universitas yang telah mengakhiri kerja sama dengan 2U. Pekan ini, 2U memberikan kabar buruk kepada para investor.

Manajemen memprediksi masa sulit untuk setahun ke depan. Bahkan, perusahaan mengaku ragu bisa mempertahankan kelangsungan bisnisnya tanpa tambahan modal atau pengurangan utang.

Setelah pengumuman tersebut, saham 2U turun 59%. Pada Rabu (15/2) kemarin, 2U menutup perdagangan dengan nilai saham 34 sen per lembar. Nilai kapitalisasi pasarnya turun menjadi US$ 27,5 juta.

Para analis di Needham menurunkan rekomendasi untuk membeli saham 2U setelah laporan tersebut. Mereka mengaku skeptis dengan masa depan 2U.

“Kami tak ingin berspekulasi dengan potensi ke depan,” kata juru bicara 2U.

2U didirikan pada tahun 2008 dan awalnya dinamai 2Tor. Model bisnisnya menyasar entitas universitas, dengan menawarkan kelas online agar lebih banyak mahasiswa yang bisa mendaftar.

Pada 2017, 2U meraup setengah pendapatannya dari University of Southern California, Simmons College di Boston, dan University of North Carolina.

Perlahan, 2U mulai melakukan diversifikasi bisnis dan pada 2021 mitra universitasnya hanya berkontribusi kurang dari 10% dari total pendapatan.

Masalah terbesar 2U adalah model bisnisnya selama ini tak pernah terbukti menghasilkan profit. 2U terus merugi sebagai perusahaan publik. Selama tiga tahun terakhir, total kerugian sudah lebih dari US$ 830 juta atau sekitar Rp 12,9 triliun.

Pendapatan 2U sebagian besar dialokasikan untuk inisiatif penjualan dan pemasaran. Perusahaan juga harus menambah sumber daya teknologi dan produksi untuk mendukung pertumbuhan pengguna.

Lalu, 2U juga dianggap tak berhati-hati dalam menjaga modal yang dimiliki. Pada 2019, 2U membayar lebih dari US$ 600 juta untuk mencaplok Trilogy Education. Tujuannya agar 2U mendapat lebih banyak mitra universitas.

Kemudian, pada 2021, 2U kembali mengumumkan pembelian platform edukasi online edX senilai US$ 800 juta. Namun, rencana besar 2U tak memberikan hasil seperti yang diharapkan. 2U mengambil pinjaman untuk akuisisi edX dan membuat neraca keuangannya terganggu.

Pada awal 2022, pertumbuhan penjualan merosot ke angka 1 digit, dan pada pertengahan tahun mulai negatif. Pendapatan perusahaan merosot selama 5 kuartal berturut-turut dan berdampak pada PHK dalam beberapa gelombang.

Q3 2023 menjadi puncak kehancuran 2U. Perusahaan mengatakan kepada investor pada November lalu bahwa University of Southern California yang merupakan klien terbesarnya memutuskan mengakhiri kontrak dengan membayar US$ 40 juta ke 2U.

Sahamnya langsung turun 57% dalam satu hari. Ditambah lagi, CEO Chip Paucek mengundurkan diri beberapa hari setelahnya. Ia digantikan CFO kala itu, Paul Lalljie.

Sebagai informasi, harga saham di bawah US$ 1 selama 30 hari berturut-turut terancam akan terhapus dari Nasdaq. Namun, Lalljie mengaku masih optimis.

“Kami butuh tenggelam untuk bertumbuh,” ujarnya.