Jakarta, CNBC Indonesia – Layanan fintech P2P lending semakin populer di kalangan masyarakat, karena kemudahan dan kecepatan dalam penyaluran dana. Layanan ini menjadi alternatif bagi kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses perbankan atau memiliki akses perbankan yang terbatas.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan, pengguna layanan fintech banyak berasal dari kelompok masyarakat dengan penghasilan menengah. Secara spesifik, sebanyak 41,5% pengguna layanan fintech memiliki penghasilan antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.
Selain itu, terdapat 20% pengguna dengan penghasilan antara Rp 10 juta hingga Rp 25 juta, dan Rp 2,5 juta hingga Rp 5 juta. Sementara sisanya memiliki penghasilan antara Rp 25 juta hingga Rp 50 juta sebanyak 18,5%.
OJK berencana untuk meningkatkan penyaluran pinjaman kepada segmen produktif seperti UMKM. Kepala Eksekutif Pengawas PVML OJK, Agusman, menyatakan bahwa saat ini pinjaman fintech P2P lending untuk UMKM baru mencapai 30%.
Agusman menambahkan bahwa pada tahun 2028, penyaluran pinjaman fintech P2P lending kepada UMKM diharapkan meningkat hingga lebih dari 70%, sementara pinjaman untuk konsumen hanya mencapai 30%.
Lebih lanjut, Agusman juga menjelaskan mengenai SE OJK Nomor 19 tahun 2023 yang mengatur kemampuan debitur dalam mengajukan pinjaman. Debitur perlu mengukur leverage ratio mereka, dimana pada tahun 2024 rasio leverage 50% masih diizinkan, namun akan turun menjadi 40% pada tahun berikutnya dan 30% pada tahun 2026.
Pada Januari 2024, OJK mencatat pertumbuhan outstanding pembiayaan P2P lending sebesar 18,40% dibandingkan dengan Desember 2023. Jumlah outstanding P2P lending mencapai Rp 60,42 triliun dengan tingkat risiko kredit macet (TWP90) sebesar 2,95%.
(Gambar: CNBC)
Artikel Selanjutnya:
KTP di Google Digunakan untuk Utang Pinjol, OJK Mengambil Langkah
(bul/bul)