Seorang pengusaha di sektor pertanian bernama Chris Achter harus berurusan dengan hukum setelah mengirimkan emoji jempol saat chat. Respons dalam chat WhatsApp itu membuat dirinya terkena denda bisnis.
Achter awalnya mengirimkan emoji jempol itu kepada South West Terminal. Achter yang merupakan pemilik Swift Current Saskathewan mengirimkannya sebagai bentuk tanggapan terhadap kontrak pembelian rami pada 2021.
Namun, emoji kirimannya Achter ini malah membuat kebingungan dalam kesepakatan bisnis kedua perusahaan tersebut. Achter dan South West Terminal memiliki pandangan yang berbeda terhadap emoji jempol tersebut.
Achter mengatakan emoji jempol yang ia kirimkan adalah tanda bahwa ia menerima kontrak, namun bukan berarti menyetujui kesepakatan kontrak di dalamnya. Sementara South West Terminal berpikir sebaliknya.
Akhirnya masalah tersebut berakhir di meja hijau. Kasus yang dimuat Reuters pada Minggu (17/3/2024) ini cukup unik, karena ringkasan sidang juga dipenuhi dengan 24 contoh emoji.
Hakim TJ Keene memutuskan emoji jempol dapat diartikan sebagai persetujuan isi kontrak. Dia mengatakan emoji bisa menjadi pengganti tanda tangan Achter.
Keene juga menambahkan bahwa kasus syarat tanda tangan dengan emoji jempol ini unik. Dalam persidangan, Achter dikenakan denda senilai 82 ribu Kanada atau sekitar Rp 925 juta.
Di Amerika Serikat, emoji bulan purnama juga membawa seorang investor bernama Ryan Cohen ke pengadilan. Emoji bulan sering digunakan untuk menggantikan frasa “to the moon”, yang menjadi sinyal bahwa harga saham atau aset kripto akan meroket “hingga ke bulan.”
Cohen mengunggah di Twitter tentang perusahaan yang sebagian sahamnya dimilikinya, disertai dengan emoji bulan purnama. Penggunaan emoji dalam kasus investor diartikan sebagai sinyal terselubung agar orang-orang membeli saham tersebut, yang merupakan ‘insider trading’ yang melanggar hukum.
Professor McMahon mengatakan bahwa mereka yang didakwa karena emoji kerap mengklaim bahwa mereka “hanya bercanda,” namun pengadilan sering memutuskan sebaliknya.