Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat telah menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) yang akan memaksa TikTok untuk melakukan divestasi dari perusahaan induknya di China, ByteDance, atau diblokir dari pasar Amerika. Pejabat AS dan negara-negara Barat lainnya telah menyuarakan kekhawatiran atas popularitas TikTok di kalangan anak muda, dan menuduh bahwa perusahaan induk TikTok di China memata-matai 170 juta pengguna di AS. Para kritikus ini juga mengatakan TikTok tunduk pada aturan Beijing dan menjadi saluran untuk menyebarkan propaganda. Pihak China dan TikTok sendiri sudah menyangkal klaim tersebut.
RUU tersebut kini akan diajukan ke Senat untuk dilakukan pemungutan suara minggu depan. Keputusan tersebut disahkan DPR pada Sabtu (20/4) dengan dukungan bipartisan dan selisih 360 berbanding 58.
Presiden AS Joe Biden telah menyatakan dia akan menandatangani undang-undang tersebut. Dia menegaskan kembali kekhawatirannya terhadap TikTok dalam percakapan telepon dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping awal bulan ini. Ultimatum kepada aplikasi media sosial tersebut dimasukkan dalam teks yang lebih luas yang memberikan bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan. TikTok dengan cepat menanggapi setelah pemungutan suara, dengan mengatakan kekecewaannya pada keputusan tersebut.
Berdasarkan RUU tersebut, ByteDance harus menjual aplikasi tersebut dalam waktu satu tahun atau diblokir dari Google Play Store dan App Store di AS. DPR AS bulan lalu menyetujui RUU serupa yang menindak TikTok, tetapi tindakan tersebut tertahan di Senat. Steven Mnuchin, yang menjabat sebagai Menteri Keuangan AS di bawah mantan Presiden Donald Trump, mengatakan dia tertarik untuk mengakuisisi TikTok dan telah mengumpulkan sekelompok investor. TikTok telah menjadi sasaran otoritas AS selama bertahun-tahun, dan pihak berwenang mengatakan platform tersebut memungkinkan Beijing untuk mengintip pengguna di Amerika Serikat.
Namun undang-undang yang melarang hal tersebut dapat memicu tuntutan hukum. RUU ini memberikan wewenang kepada presiden AS untuk menetapkan aplikasi lain sebagai ancaman terhadap keamanan nasional jika aplikasi tersebut dikendalikan oleh negara musuh. Elon Musk, miliarder pemilik X, sebelumnya Twitter, pada hari Jumat menentang pelarangan TikTok dengan mengatakan hal itu melanggar kebebasan berekspresi. “TikTok tidak boleh dilarang di AS, meskipun larangan seperti itu mungkin menguntungkan platform X,” tulis Musk dalam cuitannya. “Melakukan hal tersebut akan bertentangan dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi.”