Lapisan luar atau korona Matahari adalah lanskap yang dinamis dengan beberapa tekstur menarik, mulai dari ‘lumut’ hingga ‘hujan’. Hal ini terlihat pada rekaman Solar Orbiter, wahana pengamatan Matahari yang dikembangkan oleh Badan Antariksa Eropa (ESA).
Video terbaru yang dirilis oleh ESA bekerja sama dengan NASA menunjukkan penampakan jarak dekat korona Matahari yang sedang aktif.
Sebelumnya, erupsi dahsyat yang melepaskan banyak partikel ke sistem Tata Surya tertangkap dalam sebuah video. Pada bulan September tahun lalu, Solar Orbiter juga mendeteksi erupsi yang lebih kecil, disertai dengan lumut dan hujan pada korona.
Semua detil ini baru saja dirilis dalam sebuah video singkat, seperti dilansir dari IFLScience, Sabtu (11/5/2024).
Lingkaran korona dengan erupsi dan lumut yang bergejolak menciptakan efek lain, yaitu hujan korona. Suhu lingkaran ini sangat tinggi, sekitar 1 juta derajat Celsius. Beberapa plasma mendingin dan berkat gravitasi kembali turun dalam gumpalan gelap dengan kepadatan tinggi yang menyebabkan hujan. Meskipun suhunya tetap panas, namun jauh lebih rendah, sekitar 10.000 derajat celcius.
Solar Orbiter mengambil video korona Matahari dari jarak dekat pada 27 September 2023. Beberapa hari setelahnya, pada 7 Oktober 2023, pengamatan mencapai jarak terdekat dari Matahari, yaitu 43 juta km. Jarak itu kurang dari satu per tiga jarak Bumi ke Matahari. Pada hari yang sama, pengamat Matahari milik NASA, Parker, berada pada jarak 7,26 juta km dari Matahari.
Dengan demikian, kedua lembaga tersebut bekerja sama untuk melakukan pengamatan dan pengukuran. Dengan kerjasama ini, akhirnya Solar Orbiter dan Parker berhasil mendeteksi data penting tentang Matahari dan cara kerjanya.