Jakarta, CNBC Indonesia – Tesla dihadapkan pada gugatan oleh lembaga nirlaba bernama ‘Environmental Democracy Project’ (Proyek Demokrasi Lingkungan). Lembaga tersebut menuduh produsen mobil listrik milik Elon Musk gagal mematuhi aturan ‘Clean Air Act’ (Undang-Undang Udara Bersih) di pabrik perakitan Tesla di Fremont, California, Amerika Serikat.
Dalam gugatan yang diajukan di pengadilan federal di San Francisco, Tesla disebut melanggar aturan ratusan kali sejak Januari 2021, sehingga menyebarkan polusi berbahaya ke lingkungan sekitar pabrik.
Tuduhan itu menjadi kontradiktif karena salah satu daya jual yang digembar-gemborkan Tesla adalah manfaat mobil EV terhadap lingkungan, demikian dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (16/5/2024).
Pabrik manufaktur Tesla telah lama dikritik oleh para aktivis lingkungan selama bertahun-tahun. Tesla berada di peringkat 89 dalam daftar 2023 Toxic 100 Air Polluters, sebuah studi tahunan oleh Institut Penelitian Ekonomi Politik di University of Massachusetts di Amherst. Artinya, Tesla menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar yang berkontribusi pada perubahan iklim di Bumi.
Badan Perlindungan Lingkungan juga mendenda Tesla sebesar US$ 275.000 pada tahun 2022 karena perusahaan gagal dalam pengelolaan emisi dari operasi pengecatan di fasilitas tersebut.
Secara terpisah, Tesla juga digugat oleh 25 wilayah di California karena penanganan bahan limbah berbahaya di fasilitas di seluruh negara bagian pada awal tahun ini.
Di Jerman, aktivis lingkungan telah melakukan protes terhadap pembukaan hutan untuk membangun pabrik di luar Berlin oleh Tesla, serta konsumsi air perusahaan tersebut.
Gugatan terbaru di California mengungkapkan pelanggaran lingkungan yang berkelanjutan oleh Tesla dan melaporkan bahwa penduduk serta karyawan di sekitarnya telah terpapar jumlah polusi udara yang berlebihan, termasuk nitrogen oksida, arsenik, kadmium, dan bahan kimia berbahaya lainnya.
Hingga saat ini, Tesla belum memberikan komentar terkait gugatan tersebut.