Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika khawatir jika China menyalahgunakan kecerdasan buatan (AI). Menanggapi hal ini, perwakilan Beijing menyindir Washington atas pembatasan dan tekanan terhadap teknologi AI. Hal tersebut disampaikan sehari setelah pertemuan yang membahas teknologi tersebut di Jenewa, Swiss.
Dikabarkan bahwa dalam pertemuan tertutup antara utusan tingkat tinggi AS-China, dibahas risiko-risiko AI dan cara mengelolanya.
Intinya dari pembicaraan tersebut, terdapat ketegangan antara Beijing dan Washington mengenai kemajuan teknologi yang sudah lama menjadi konflik dalam hubungan bilateral kedua negara.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Adrienne Watson, mengungkapkan bahwa China dan Amerika Serikat bertukar pandangan mengenai pendekatan mereka terhadap keselamatan dan manajemen risiko AI dalam sebuah diskusi. Beijing menyatakan bahwa kedua pihak bertukar pandangan secara mendalam, profesional, dan konstruktif.
Pembicaraan pertama AS-China mengenai AI adalah hasil pertemuan pada November lalu antara Presiden Joe Biden dan Xi Jinping di San Francisco.
“Amerika Serikat menekankan pentingnya memastikan sistem AI aman, terlindungi, dan dapat dipercaya untuk mewujudkan manfaat AI, serta terus membangun konsensus global atas dasar hal tersebut,” kata Watson, seperti dilansir dari APNews, Sabtu (18/5/2024).
Watson juga menambahkan bahwa AS menyampaikan kekhawatiran atas penyalahgunaan AI, termasuk oleh China, meskipun ia tidak merincikan jenis penyalahgunaan atau pelaku lain di baliknya.
Sementara itu, Beijing menyatakan sikap tegas terhadap pembatasan dan tekanan AS di bidang kecerdasan buatan terhadap negaranya, seperti yang tertulis dalam pernyataan Departemen Urusan Amerika Utara dan Oseania Kementerian Luar Negeri China dalam unggahan media sosial.
Helen Toner, seorang analis di Pusat Keamanan dan Teknologi Berkembang di Georgetown, mengatakan bahwa keberhasilan perundingan ini sebenarnya tergantung dari apakah hasil pertemuan dapat berlanjut di masa depan.
Keberadaan AI sendiri telah memberikan dampak besar terhadap gaya hidup, pekerjaan, pertahanan nasional, budaya, politik, dan banyak lagi.
Beberapa anggota parlemen AS telah menyuarakan kekhawatiran bahwa China dapat mendukung penggunaan deepfake yang dihasilkan oleh AI untuk menyebarkan disinformasi politik. Namun, China tidak memiliki undang-undang yang melarang pemalsuan AI yang manipulatif seperti AS.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya:
Para Peneliti Sepakat Ada Kemungkinan AI Jadi “Kiamat” Baru
(dce)