Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) berpotensi menghadapi krisis listrik di masa depan. Penyebabnya adalah penggunaan listrik pada pusat data yang meningkat dua kali lipat dari yang digunakan sekarang.
Institut Penelitian Tenaga Listrik mengatakan pusat data kemungkinan akan mengonsumsi hingga 9% total listrik di Amerika Serikat (AS). Peningkatan terjadi akibat para perusahaan tersebut memperluas pusat komputasinya, dikutip dari Reuters, Kamis (30/5/2024).
Analis dari lembaga itu juga memperkirakan peningkatan pertumbuhan hingga 2030. Dalam enam tahun setidaknya akan meningkat 3,7% hingga 15%.
Angka itu akan bergantung pada laju adopsi teknologi yang digunakan. Termasuk teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif yang tengah populer saat ini.
Risiko krisis listrik akan dirasakan setidaknya pada 15 negara bagian, termasuk Virginia dan Texas. Pada tahun lalu, 80% beban pusat data berada di seluruh wilayah tersebut.
Bisnis pusat data cukup menjanjikan akhir-akhir ini setelah perkembangan AI yang cukup pesat. Khususnya setelah peluncuran ChatGPT milik OpenAI tahun 2022.
Namun ini juga menjadi awal masalah kebutuhan listrik. Institut Penelitian Tenaga Listrik mencatat setidaknya penelusuran awal ChatGPT memerlukan 10 kali daya listrik dibandingkan Google Search. Kebutuhan kian meningkat dengan AI generatif yang digunakan untuk membuat konten seperti film dan musik.
Penggunaan listrik di pusat data menyedot jauh lebih besar dari yang dimiliki AS. Sejumlah laporan pendapatan perusahaan energi tahun ini menyebutkan pusat data baru yang besar akan mengonsumsi listrik sama seperti 750 ribu rumah.
Menurut lembaga itu penerapan alat AI akan mengubah kebutuhan akan listrik. “Dengan 5,3 miliar pengguna internet global, penerapan alat-alat secara luas bisa mengubah kebutuhan listrik,” ungkap mereka.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Peringatan Petaka Baru, Raksasa Teknologi Puyeng
(fab/fab)