Pengeluaran Starlink untuk beroperasi di Indonesia lebih kecil daripada para pemain lokal, menurut Pengamat Telekomunikasi dari STEI ITB, Agung Harsoyo. Melalui Starlink, pemiliknya Elon Musk hanya berinvestasi sebesar Rp 30 miliar di Indonesia, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Apple dan Microsoft yang berinvestasi lebih besar. Operator seluler Indonesia juga mengeluarkan investasi besar dari penggelaran jaringan fiber optik, membangun menara telekomunikasi, dan membuat perangkat telekomunikasi.
Agung menilai bahwa nilai investasi Starlink tidak sebanding dengan perusahaan telekomunikasi yang berhenti beroperasi atau investor yang melarikan diri dari Indonesia. Biaya regulatory charges yang dikenakan pada Starlink juga hanya sebesar Rp 2 miliar per tahun untuk satu unit satelit berdasarkan izin stasiun radio satelit yang mereka dapatkan.
Starlink memberikan sinyal internet lebih dari 200 unit untuk Indonesia, namun seharusnya dikenakan biaya berdasarkan jumlah satelit yang digunakan untuk layanan di dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan menciptakan iklim persaingan usaha. Operator seluler sendiri harus membayar biaya sebesar Rp 21,1 triliun pada 2023 untuk BHP izin pita frekuensi radio.
Agung menyatakan bahwa jika Starlink menyelenggarakan direct to cell, pemerintah seharusnya dapat mengenakan mereka dengan biaya BHP izin pita frekuensi layaknya operator seluler.