Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membagikan cara membedakan aplikasi pinjaman online (pinjol) yang ilegal dengan aplikasi fintech P2P lending berizin OJK.
Direktur Komunikasi Perusahaan AFPI Andrisyah Tauladan mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat tentang perbedaan antara pinjol dan P2P lending berizin OJK.
Pertama, masalah keamanan data. Fintech P2P lending berizin hanya meminta akses ke Kamera, Mikrofon, dan Lokasi (CAMILAN) pada ponsel pengguna. Ini sesuai dengan regulasi perlindungan data pribadi konsumen. Mereka meminta izin dengan jelas sebelum mengakses data pribadi dan tidak akan menyalahgunakannya.
Aplikasi ilegal yang menawarkan pinjol dapat meminta akses ke data kontak di HP pengguna dan berisiko mencuri data pribadi mereka.
Kedua, dari transparansi informasi. Fintech P2P lending berizin akan memberikan informasi yang transparan tentang suku bunga, biaya, dan ketentuan lainnya. Mereka juga memastikan bahwa konsumen memahami semua syarat dan ketentuan sebelum menandatangani perjanjian.
Sebelum mengajukan pinjaman, masyarakat harus memeriksa dan memastikan bahwa platform fintech tersebut memiliki izin resmi dari OJK melalui situs resmi OJK atau AFPI. Fintech P2P lending legal juga akan mencantumkan alamat kantor yang jelas dan dapat dihubungi, serta menyediakan layanan pelanggan yang responsif.
Dari segi proses penagihan, P2P lending yang terdaftar di OJK akan melakukannya secara profesional, etis, dan sesuai aturan. Mereka tidak melakukan intimidasi atau menggunakan tindakan kasar dalam proses penagihan.
AFPI mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan selektif dalam memilih layanan keuangan berbasis teknologi. Penggunaan layanan fintech yang terdaftar dan diawasi oleh OJK dapat menjamin keamanan dan kenyamanan dalam bertransaksi.
Dengan memahami dan mengikuti langkah-langkah di atas, masyarakat dapat terlindungi dari risiko pinjol dan menggunakan layanan fintech P2P lending yang diawasi dengan aman dan nyaman.