Jakarta, CNBC Indonesia – Kasus dugaan monopoli Google semakin memanas di Amerika Serikat (AS). Raksasa mesin pencari tersebut terancam harus mengalami perombakan besar yang berdampak pada lanskap pencarian internet secara keseluruhan.
Terbaru, pemerintah AS berencana meminta hakim untuk memaksa induk Google, Alphabet, melakukan divestasi beberapa unit bisnisnya. Misalnya unit browser Chrome dan sistem operasi Android. Menurut regulator AS, Google memelihara praktik monopoli ilegal pada pencarian online karena disokong ekosistem yang dimiliki.
Google menguasai 90% pencarian internet di AS. Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengajukan solusi yang berpotensi mengubah cara warga AS menemukan informasi di internet.
Hal ini bisa berdampak pada penurunan pendapatan Google dan memberikan ruang kompetisi bagi para pesaing untuk berkembang.
“Solusi ini tidak hanya mengendalikan distribusi pencarian Google saat ini, tetapi juga memastikan Google tidak dapat mengendalikan distribusi pencarian di masa depan,” kata perwakilan DOJ, dikutip dari Reuters, Rabu (9/10/2024).
Permintaan divestasi juga dianggap dapat mencegah dominasi Google dalam pengembangan bisnis kecerdasan buatan (AI) yang tengah populer.
DOJ juga berencana meminta pengadilan untuk memerintahkan Google menghentikan pembayaran kepada beberapa perusahaan untuk menjadikan mesin pencarinya sebagai layanan default di perangkat baru, seperti iPhone buatan Apple.
Google dikabarkan mengeluarkan biaya tahunan sebesar US$26,3 miliar pada tahun 2021 untuk memastikan layanan pencariannya menjadi default di smartphone dan browser.
Menghadapi tekanan regulator AS, Google berulang kali menyatakan bahwa mesin pencarinya ‘memenangkan’ hati pengguna karena kualitasnya. Google juga berdalih bahwa pengguna dapat mengganti layanan pencari pada perangkat mereka jika tidak puas.