Perang dagang di sektor teknologi antara China dan Amerika Serikat (AS) terus berlanjut dan semakin intens. AS memberikan wewenang kepada perusahaan teknologi besar seperti Google dan Microsoft untuk mengontrol akses global terhadap chip kecerdasan buatan (AI) yang sangat diminati, menurut sumber yang mengetahui rencana tersebut. Dalam skema yang diperkirakan dirilis bulan ini, Google dan Microsoft harus memenuhi syarat dari pemerintah AS, seperti memberikan informasi penting kepada pemerintah dan mencegah akses chip AI ke China.
Selain itu, Google dan Microsoft juga diberi keleluasaan untuk menawarkan layanan kecerdasan buatan di luar negeri tanpa perlu lisensi. Perusahaan lain yang bukan bagian dari ‘gatekeeper’ akan bersaing untuk mendapatkan izin impor chip AI dari Nvidia dan AMD ke negara-negara lain. Aturan ini diperkirakan akan mengecewakan banyak negara selain China, karena menghambat akses mereka terhadap chip AI canggih.
Langkah baru ini menunjukkan upaya para pejabat AS di akhir pemerintahan Joe Biden untuk menyederhanakan proses persetujuan ekspor chip AI serta melarang pihak yang melanggar aturan untuk mengakses atau menyuplai chip AI ke China. AS khawatir China akan memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memperkuat militer, melakukan serangan siber, atau bahkan melatih senjata biologis.
Kementerian Keuangan AS enggan memberikan komentar terkait aturan baru ini, yang masih bisa berubah. Google dan Microsoft belum memberikan tanggapan terkait peraturan baru tersebut. Nvidia menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk mematuhi kebijakan baru ini, sementara AMD tidak memberikan tanggapan.
Beberapa negara sekutu AS, seperti Belanda, Jepang, dan Taiwan, dikecualikan dari pembatasan ini dan masih bisa mengakses chip AI tanpa batasan. Sementara negara-negara yang terkena embargo nuklir, seperti Rusia, China, Iran, dan Venezuela, tetap tidak diizinkan untuk memperoleh chip AI dari AS.