Reformasi Intelijen Indonesia: Menghadapi Ketergantungan pada Teknologi Asing dalam Sistem Intelijen

Reformasi Intelijen Indonesia ke depan harus menghadapi dua tantangan utama, yaitu manajemen sumber daya manusia dan mekanisme pengawasan. Menurut Aditya Batara Gunawan, Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie, hal ini terungkap dalam diskusi mengenai “Dinamika Reformasi dan Tata Kelola Intelijen” di Universitas Bakrie, Jakarta.

Pengawasan Intelijen Masih Bersifat Politis

Aditya mengungkapkan bahwa pengawasan intelijen oleh Komisi I DPR RI masih bersifat politis. “Model pengawasan yang lebih objektif dan akuntabel diperlukan agar tidak terjebak dalam kepentingan politik tertentu,” katanya.

Rizal Darma Putra, Direktur Eksekutif LESPERSSI, juga menyoroti pentingnya akuntabilitas dalam pengawasan intelijen. Dia menekankan perlunya kontrol demokratis yang efektif meskipun pengawasan intelijen tidak selalu transparan.

Perkembangan Kelembagaan BIN dan Ancaman Siber

Rodon Pedrason, mantan Gubernur Sekolah Tinggi Intelijen Negara, melihat bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) telah berkembang pesat. BIN kini lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis dengan fokus pada keamanan siber.

Namun, kultur yang semakin terbuka dan minimnya keterlibatan masyarakat sipil dalam BIN merupakan tantangan. Diyauddin dari Maha Data Lab 45 menyarankan agar ketergantungan pada teknologi asing dalam intelijen nasional dapat menimbulkan risiko keamanan.

Reformasi Intelijen Indonesia Harus Lebih Terstruktur

Diskusi yang dipimpin oleh Yudha Kurniawan, Kepala Laboratorium Ilmu Politik Universitas Bakrie, menggarisbawahi perlunya reformasi intelijen Indonesia yang lebih terstruktur. Diperlukan strategi matang dalam tata kelola intelijen agar tetap efektif tanpa mengesampingkan prinsip demokrasi dan akuntabilitas.

Sumber: Reformasi Intelijen Indonesia: Dua Tantangan Utama Dalam Tata Kelola Dan Pengawasannya
Sumber: Dua Tantangan Utama Dalam Tata Kelola Intelijen