Komisi Perlindungan Data Irlandia (Data Protection Commissioner/DPC) telah memberikan denda sebesar 530 juta euro atau sekitar Rp9,9 triliun kepada TikTok atas pelanggaran serius terhadap regulasi perlindungan data Uni Eropa (UE). TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan teknologi asal China, ByteDance, dinilai gagal memberikan jaminan perlindungan tingkat tinggi terhadap data pribadi pengguna di kawasan Uni Eropa, sesuai dengan hukum perlindungan data UE, seperti General Data Protection Regulation (GDPR).
Investigasi DPC mengungkap bahwa data pribadi pengguna Uni Eropa dapat diakses secara jarak jauh oleh staf TikTok di China, meskipun data tersebut tidak disimpan di server China. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi intervensi otoritas China berdasarkan undang-undang kontra spionase dan aturan lain yang bertentangan dengan standar perlindungan data Eropa.
Sebagai tanggapan, TikTok menyatakan akan mengajukan banding terhadap keputusan tersebut. Mereka mengklaim telah menerapkan langkah-langkah keamanan data sejak 2023, termasuk pemantauan independen terhadap akses jarak jauh dan penyimpanan data pengguna UE di pusat data di Eropa dan Amerika Serikat. TikTok juga menegaskan bahwa hingga saat ini tidak pernah ada permintaan otoritas China untuk mengakses data pengguna UE dan tidak pernah memberikan data tersebut ke pihak China.
Selain itu, TikTok sebelumnya telah dijatuhi sanksi oleh regulator privasi utama di Eropa atas pelanggaran terkait penanganan data pribadi anak-anak di UE. Komisi Perlindungan Data Irlandia berperan sebagai regulator utama bagi perusahaan teknologi di bawah naungan GDPR, dengan sejumlah denda yang diberikan kepada perusahaan teknologi sejak diberi wewenang sanksi pada tahun 2018. Denda terhadap TikTok mengingatkan perusahaan global di Eropa untuk mematuhi ketentuan GDPR demi melindungi data pribadi pengguna.