Setiap orang pasti pernah merasakan perasaan cemas atau takut, terutama dalam situasi baru seperti wawancara kerja atau berbicara di depan banyak orang. Namun, jika perasaan tersebut terus menerus mengganggu aktivitas sehari-hari, ini bisa menjadi tanda gangguan kecemasan atau anxiety disorder. Gangguan ini mencakup rasa cemas, khawatir, dan takut yang berlebihan terhadap hal-hal yang tampak biasa bagi orang lain, dan dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalani rutinitas sehari-hari.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 301 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan kecemasan, termasuk 58 juta anak-anak dan remaja. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa anxiety disorder menempati posisi kedua dari 10 penyakit dengan jumlah penderita terbanyak sejak tahun 1990 hingga 2017.
Gejala dari anxiety disorder bervariasi pada setiap individu, namun cenderung meliputi kombinasi gejala fisik dan emosional. Beberapa gejala umum termasuk perasaan cemas yang tidak terkendali, gelisah, kesulitan tidur, kesulitan berkonsentrasi, dan perasaan marah atau emosional. Gangguan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya dan berlangsung selama lebih dari enam bulan.
Penyebab dari anxiety disorder dapat bersifat multifaktorial, melibatkan faktor genetik, ketidakseimbangan hormon otak, lingkungan yang stres, penyalahgunaan zat, konsumsi kafein berlebihan, dan kondisi medis tertentu. Studi menunjukkan bahwa otak penderita gangguan kecemasan lebih sensitif terhadap stimulus yang dianggap mengancam.
Diagnosis anxiety disorder hanya dapat ditegakkan oleh tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater. Penting untuk mencari bantuan profesional jika mengalami gejala gangguan kecemasan yang berat dan berkepanjangan. Semakin dini ditangani, semakin besar peluang untuk pulih dan kembali menjalani hidup dengan normal.