Suara paus biru tiba-tiba menjadi lebih diam dari biasanya, mengundang kekhawatiran para ilmuwan akan ancaman yang lebih besar terhadap ekosistem. Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Public Library of Science melakukan pemantauan terhadap suara paus biru, paus sirip, dan paus bungkuk di California Current Ecosystem, Samudra Pasifik Utara selama enam tahun. Perekaman dimulai pada tahun 2015, di mana gelombang panas laut telah menyebabkan penurunan populasi krill pada tahun-tahun sebelumnya, terutama pada tahun 2013.
Dalam penelitian tersebut, menggunakan hidrofon di dasar laut untuk menganalisis frekuensi suara yang terstruktur. Hasilnya menunjukkan penurunan suara paus biru dan paus sirip setelah tahun 2017, dengan suara paus biru mengalami penurunan hingga 40% selama penelitian berlangsung. Para ahli, seperti John Ryan dari Monterey Bay Aquarium Research Institute, mengaitkan hal ini dengan perilaku paus biru yang menghabiskan lebih banyak waktu mencari makanan saat terjadi penurunan populasi krill.
Penelitian juga mengungkapkan bahwa paus biru mulai mencari makan di area yang lebih luas pada tahun 2019 karena rendahnya populasi krill di daerah tersebut, berbeda dengan paus bungkuk yang memiliki pola makan yang lebih bervariasi. Fenomena gelombang panas disebabkan oleh aliran air panas besar yang disebut The Blob, yang datang dari Laut Bering dan Teluk Alaska ke perairan di lepas Pantai Barat AS.
Meskipun The Blob tidak berdampak pada binatang laut yang mengonsumsi ikan teri dan sarden, suara paus bungkuk justru mengalami peningkatan. Namun, para peneliti menyatakan bahwa dampak jangka panjang dari fenomena ini patut dikhawatirkan karena dapat mempengaruhi keseluruhan ekosistem. Ahli biologi kelautan Kelly Benoit-Bird dari Monterey Bay Aquarium menjelaskan bahwa jika paus tidak dapat mendapatkan makanan, mereka dapat bermigrasi ke seluruh Pantai Barat Amerika Utara, yang berpotensi berdampak besar pada ekosistem laut terkait.