Parlemen Malaysia telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Gig 2025 yang bertujuan melindungi lebih dari 1,2 juta pekerja gig, termasuk pengemudi ojek online, kurir, dan konten kreator. RUU ini mengakui pekerja gig sebagai kategori tenaga kerja independen yang berbeda dari karyawan tetap dan kontraktor independen. Selain itu, aturan baru mewajibkan perusahaan dan platform seperti Grab dan Foodpanda untuk memberikan kontrak tertulis yang mencakup standar minimum terkait skema pembayaran, jam kerja, asuransi, dan prosedur pemutusan kerja.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyebut RUU Pekerja Gig sebagai hadiah bagi pekerja di sektor tersebut. RUU ini memberikan definisi yang jelas terkait profesi pekerja gig, serta pengakuan, jaringan sosial, dan masa depan yang pasti bagi mereka. Selain itu, aturan ini juga menutup celah perlindungan hukum yang selama ini dirasakan oleh pekerja gig, serta melarang praktik tidak adil seperti perubahan tarif sepihak dan pembatasan bekerja di lebih dari satu platform.
Berbagai langkah untuk menyelesaikan sengketa juga telah diatur, termasuk pembentukan Tribunal Pekerja Gig yang bertugas memutus kasus dan memberikan kompensasi kepada pekerja. Inisiatif tersebut dimulai pada Maret 2024 dan melibatkan konsultasi dengan berbagai pihak, mulai dari pekerja gig hingga pemerintah dan akademisi. RUU Pekerja Gig ini merupakan hasil kolaborasi yang melibatkan berbagai stakeholder dan ditujukan untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja gig di Malaysia.