Tesla menghadapi serangkaian cobaan yang membuat bisnis mobil listrik ini terguncang. Mulai dari boikot yang meluas hingga perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif AS terhadap China, yang menyebabkan tarif mencapai 145%. Hal ini berdampak pada bisnis Tesla yang banyak bergantung pada komponen dari China. Respons dari China tidak tanggung-tanggung dengan menerapkan tarif 125% pada barang-barang impor dari AS dan membatasi ekspor mineral dan magnet tanah jarang yang sangat dibutuhkan oleh Tesla untuk memproduksi robot humanoid Optimus.
Dampak dari pembatasan tersebut membuat produksi Optimus terhambat. Elon Musk, CEO Tesla, mengakui kendala yang dihadapi Tesla dan sedang berupaya mendapatkan lisensi impor magnet tanah jarang dari China. Dampak dari cobaan yang dihadapi Tesla terlihat dari penurunan saham sebesar 33,89% hingga saat ini dan penurunan pemasukan bersih sebesar 71% pada kuartal pertama 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun kondisi bisnis terpuruk, Elon Musk tetap optimis terhadap masa depan Tesla yang berbasis pada mobil otomatis dan robot humanoid Optimus berskala besar. Ia yakin dengan eksekusi yang tepat, Tesla akan menjadi perusahaan paling berharga di dunia. Musk juga menegaskan bahwa Tesla memiliki rantai pasokan yang tersebar di AS, Eropa, dan China, yang membuatnya memiliki posisi yang lebih kuat daripada pesaingnya. Terkait kebijakan tarif, Musk mengakui tantangan baru yang dihadapi perusahaan, tetapi berharap untuk terus mengadvokasi kebijakan tarif rendah demi kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, Tesla masih berupaya untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang ada dan tetap mempertahankan visi dan misi yang telah ditetapkan.