OpenAI mengalami perkembangan yang pesat sejak meluncurkan ChatGPT. Meskipun memiliki lebih dari 700 juta pengguna dalam tiga tahun terakhir, hanya sedikit orang yang bersedia berlangganan layanan berbayar yang ditawarkan perusahaan. Menurut sebuah studi dari Menlo Ventures, hanya sekitar 3% konsumen yang mau membayar untuk langganan layanan AI. Survei yang dilakukan pada 5000 pengguna teknologi menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan agar AI dapat diadopsi secara lebih luas dalam kehidupan sehari-hari.
Keterbatasan minat untuk membayar layanan AI juga berdampak pada OpenAI, yang memiliki banyak pekerjaan untuk sistem kecerdasan buatannya. Perusahaan ini membutuhkan dana yang cukup besar untuk mendukung kegiatan risetnya, terutama karena mengalami kerugian signifikan setiap tahun. Dalam sembilan bulan terakhir, OpenAI menghabiskan sejumlah besar dana untuk komputasi Oracle, bisnis pusat data, dan pembelian chip.
Untuk mengatasi tantangan keuangan yang dihadapi, OpenAI perlu meningkatkan jumlah pelanggan berlangganan dan pemasukan dengan signifikan. Proyeksi kerugian tahunan OpenAI diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2029, sebelum akhirnya perusahaan ini bisa mulai melihat laba. Selain itu, OpenAI juga perlu menghadapi perubahan struktur perusahaan dari nirlaba menjadi komersial penuh, yang menjadi salah satu masalah lain yang perlu diselesaikan.
Nasib pendanaan OpenAI senilai US$19 miliar bergantung pada kemampuan perusahaan ini mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi, termasuk meningkatkan minat masyarakat untuk berlangganan layanan AI yang ditawarkannya.