Bank Indonesia (BI) sedang membangun Pusat Data Transaksi selama lima tahun ke depan untuk merekam data transaksi menggunakan sistem pembayaran digital yang telah disediakan oleh BI, mulai dari QRIS, BI Fast, hingga Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa data transaksi tersebut akan diseragamkan bahasanya sesuai dengan bahasa internasional yang sesuai dengan ISO 20022. Dengan demikian, data transaksi tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain yang dapat dibagikan kepada pihak lain.
Data transaksi tersebut akan bermanfaat bagi industri untuk mengetahui pola transaksi masyarakat, termasuk untuk kepentingan kredit. Perry mengatakan bahwa data tersebut bisa digunakan oleh industri sebagai basis dalam menjalankan bisnis, termasuk sebagai basis data bagi masyarakat yang ingin membangun perusahaan rintisan atau startup. Data tersebut juga dapat digunakan untuk inovasi dalam pembayaran, seperti menggunakan biometrik.
Perry menekankan bahwa pembagian data transaksi tidak akan dilakukan secara sembarangan dan akan mematuhi prinsip perlindungan data pribadi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
BI akan mengklasifikasikan data di pusat data tersebut menjadi tiga bentuk, yaitu data publik terkait dengan prinsip “know your customer”, klasifikasi data disepakati industri, dan data pribadi yang tidak akan dibagikan karena dilindungi undang-undang.
Selain itu, Perry juga menyampaikan bahwa BI tidak akan menerima apapun dari tarif QRIS.