Perusahaan Spyware asal Israel, NSO Group Technologies, telah dinyatakan bersalah dalam kasus memata-matai pengguna WhatsApp. Menurut pengadilan Amerika Serikat, NSO Group melanggar aturan peretasan, federal, dan ketentuan layanan WhatsApp. NSO disebut menggunakan software Pegasus untuk memata-matai sebanyak 1.400 pengguna WhatsApp selama dua minggu pada tahun 2019. Hakim Phyllis Hamilton telah meminta kode sumber spyware tersebut diserahkan kepada WhatsApp sejak awal 2024, namun NSO gagal mematuhi permintaan tersebut.
Kode sumber yang dipermasalahkan hanya bisa diakses oleh warga Israel di negara tersebut, yang menurut Hamilton tidak praktis. Dalam gugatan tersebut, NSO juga menyatakan bahwa klien pemerintah mereka yang menggunakan Pegasus bertanggung jawab atas kejahatan peretasan, karena NSO yang menginstal dan mengesktrak informasi menggunakan spyware milik mereka. Korban dari kegiatan NSO ini mencakup pejabat senior pemerintah, jurnalis, aktivis Hak Asasi Manusia, pembelot politik, dan diplomat.
WhatsApp menyambut baik keputusan pengadilan tersebut, menyatakan bahwa NSO tidak dapat lagi menghindari akuntabilitas atas serangan ilegal yang dilakukan terhadap WhatsApp, jurnalis, dan aktivis HAM. Pada tahun 2021, pemerintah AS telah memasukkan NSO Group dalam daftar hitam, melarang lembaga pemerintahannya membeli produk dari perusahaan tersebut.
Selain itu, laporan Reuters mengungkap bahwa iPhone pejabat pemerintah Indonesia juga menjadi sasaran spyware buatan NSO Group. Pada tahun 2021, beberapa pejabat militer, diplomat, dan menteri RI diduga terpapar oleh spyware NSO Group, yang menggunakan software ForcedEntry untuk mengakses data tanpa membutuhkan respons pengguna. Perusahaan ini juga dikaitkan dengan upaya menyadap ponsel jurnalis dan aktivis, termasuk dalam kasus pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi. Melalui berbagai kasus ini, NSO Group diketahui memiliki klien di negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan India.