Negara-negara mulai beralih dari penggunaan paspor fisik ke teknologi face recognition. Singapura, sebagai contoh, telah mengimplementasikan sistem ini yang memungkinkan penduduk dan turis asing untuk melakukan perjalanan tanpa membawa paspor secara fisik. Bukan hanya Singapura, negara lain seperti Finalndia, Kanada, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, India, Inggris, dan Italia juga ikut mengadopsi teknologi face recognition ini.
Pandemi Covid-19 menjadi pendorong utama penggunaan teknologi face recognition ini, karena memungkinkan aktivitas tanpa kontak fisik. Data wajah akan disimpan dalam chip NFC di e-paspor, sehingga sistem facial recognition dapat mengenali identitas seseorang yang melakukan perjalanan internasional. Meskipun teknologi ini diharapkan dapat memangkas waktu tunggu dan hambatan lainnya, namun juga membawa risiko baru terkait keamanan, seperti potensi kebocoran data dan risiko aktivitas mata-mata pada penumpang perjalanan.
Menurut Athina Ioannou, seorang dosen di University of Surrey, Inggris, teknologi face recognition diprediksi akan menjadi metode mainstream untuk melakukan perjalanan di masa depan. Meskipun memberikan kemudahan, penggunaan teknologi ini juga menimbulkan perhatian terhadap aspek keamanan yang perlu diperhatikan secara serius.