Masa depan pekerjaan akan mengalami perubahan signifikan seiring dengan kemajuan teknologi. Menurut laporan terbaru dari World Economic Forum (WEF), sebanyak 41% pengusaha berencana untuk mengurangi jumlah karyawan mereka dan menggantikannya dengan kecerdasan buatan (AI). Angka ini bahkan lebih tinggi di Amerika Serikat, di mana 48% responden berencana untuk mengadopsi strategi serupa. Meskipun statistik ini menimbulkan kekhawatiran, Till Leopold dari WEF menekankan bahwa tidak akan terjadi krisis ketenagakerjaan. Sebaliknya, peningkatan keterampilan menjadi fokus utama dalam menghadapi perubahan ini.
Menurut Leopold, pekerjaan yang berisiko terpengaruh adalah pekerjaan kantoran yang berfokus pada entri data, seperti pekerjaan administrasi dan paralegal. Selain itu, pekerjaan seperti akuntansi dan desain grafis juga mungkin akan terpengaruh oleh perkembangan AI. Meskipun demikian, tidak ada kekhawatiran akan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran menurut Leopold dan John Graham dari Duke University.
Transformasi tempat kerja oleh AI diyakini akan membawa perubahan signifikan dalam lima tahun ke depan. Meskipun pekerjaan dengan tugas rutin dan berulang berisiko tergantikan, AI tidak akan sepenuhnya menghilangkan mereka, tetapi akan mengarah pada transformasi tempat kerja. Oleh karena itu, keterampilan manusia, seperti kreativitas, kolaborasi, dan ketangkasan, akan memainkan peran penting dalam menghadapi perubahan ini.
Sementara ada kekhawatiran mengenai dampak AI terhadap sektor keuangan, seperti di Wall Street, para ahli meyakini bahwa pembaharuan ketrampilan dan adaptasi akan menjadi kunci untuk menghadapi perubahan tersebut. Melalui upaya meningkatkan keterampilan karyawan dan beradaptasi dengan teknologi AI, harapan akan masa depan kerja yang berkelanjutan masih tetap terbuka.