Perusahaan raksasa teknologi berbasis AS, Amazon, menghadapi tekanan besar akibat dari perang tarif yang dilancarkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap China. Dampak dari perang tarif ini berdampak langsung pada saham Amazon yang turun lebih dari 30% hingga 2025. Meski demikian, Amazon mencoba menenangkan para investor dengan mengklaim bahwa permintaan barang di platform mereka masih stabil dan harga barang juga tetap terjaga.
CEO Amazon, Andy Jassy, berusaha mendorong para pedagang di platformnya untuk memindahkan pesanan ke AS sebelum dampak tarif terasa. Namun, analis memperingatkan bahwa upaya Amazon untuk menimbun barang sebelum terjadinya dampak tarif hanya akan memberikan solusi jangka pendek. Bukan hanya Amazon, perusahaan teknologi lain seperti Apple, Qualcomm, Intel, dan Samsung juga menghadapi tantangan serupa terkait perang tarif AS-China.
Selain perang tarif, Amazon juga dihadapkan pada masalah penghapusan kebijakan de minimis pada tanggal 2 Mei yang berdampak besar terhadap pedagang pihak ketiga Amazon. Penghapusan kebijakan tersebut telah membuat beberapa pedagang di Amazon Haul mengurangi keterlibatan mereka dalam program diskon besar-besaran Amazon Prime Day. Meskipun Amazon memperkirakan penjualan total di Q2 2025 di atas estimasi Wall Street, prospek profitabilitas inti perusahaan masih menjadi pertanyaan besar.
Analisis menyatakan bahwa dampak terburuk dari kondisi saat ini akan terasa pada Q3 dan Q4 2025. Meskipun telah diambil langkah-langkah jangka pendek, para pelaku bisnis belum mengetahui solusi jangka panjang untuk menghadapi dampak tarif dan penghapusan de minimis yang tinggi.