Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap risiko kekerasan seksual di dua lokasi penting, yaitu di tempat pendidikan dan panti sosial. Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengingatkan pentingnya waspada terhadap kejadian tersebut di kedua lokasi tersebut. Kasus pencabulan di Tangerang menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan anak-anak bukan hanya anak orang lain, tetapi juga anak-anak sendiri. Mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di rumah, dengan pelaku berasal dari orang tua atau teman dekat, sehingga keadaan ini perlu diperhatikan.
Nahar juga menekankan bahwa pelaku pelecehan seksual harus berpikir dua kali karena ancaman hukumannya sangat serius, terutama jika pelakunya seorang guru. Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan dan perlindungan bagi korban pelecehan seksual di setiap daerah, yang mencakup proses hukum, pendampingan, serta pemulihan fisik dan psikologis. Tersangka pencabulan di Tangerang, seorang guru mengaji, telah melakukan pelecehan terhadap lebih dari 20 anak, dimana korban yang melaporkan baru tiga anak laki-laki.
Tersangka dijerat dengan Pasal 76E jo. Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda mencapai Rp5 miliar. Inisial tersangka adalah W alias I. Pemerintah mendorong para korban pelecehan seksual untuk melaporkan kejadian yang mereka alami agar dapat mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak.