Saksi ahli perdata/perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Nindyo Pramono, menegaskan bahwa terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada, Ted Sioeng, tidak dapat dipidana karena telah dipailitkan. Hal ini merujuk pada Pasal 29 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Nindyo menjelaskan bahwa setelah debitur dijatuhkan dalam keadaan pailit, perkara di luar kepailitan menjadi gugur, termasuk perkara yang sedang berjalan.
Menurut Nindyo, asas hukum menyatakan bahwa peraturan khusus menggantikan peraturan umum, dan kepailitan termasuk dalam hal tersebut. Ted Sioeng telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan menjadi buronan Interpol sebelum ditangkap atas tuduhan penipuan dan penggelapan. Oleh karena itu, masalah perbedaan peruntukkan pinjaman yang dilakukan nasabah tidak relevan jika utang-utangnya sudah dilunasi.
Nindyo juga menekankan bahwa bank sebagai kreditur harus yakin bahwa nasabahnya mampu membayar utangnya, sesuai dengan Undang-Undang Perbankan yang berlaku. Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir, menyatakan bahwa Ted Sioeng tidak dapat dipidanakan atas tuduhan penggelapan dan penipuan jika proses keperdataan sudah selesai dan telah ada putusan inkrah.
Mudzakkir menegaskan bahwa proses yang seharusnya terjadi adalah eksekusi putusan pengadilan niaga mengenai kepailitan, bukan proses pidana. Oleh karena itu, tuduhan penipuan dan penggelapan yang dilaporkan terhadap Ted Sioeng tidak tepat karena perjanjian sudah berakhir. Ted Sioeng didakwa dengan pasal 378 dan 372 KUHP atas tuduhan penipuan dan penggelapan senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional Tbk.